Kurikulum KB-TKIT Khalifah Indonesia dirancang berdasarkan Kurikulum 2013 yang dipadukan dengan kurikulum sekolah Islam terpadu. Menerapkan pendekatan penyelenggaraan yang memadukan pendidikan umum dengan pendidikan agama Islam, sehingga semua kegiatan pembelajaran dan kegiatan sekolah tidak lepas dari nilai-nilai agama Islam. Kurikulum operasional yang dikembangkan dan dilaksanakan sesuai dengan karakteristik satuan Pendidikan Anak Usia Dini seperti keadaan lingkungan, peserta didik, pendidik, sarana dan prasarana, dan nilai-nilai yang mendasari.
Berikut ini 10 prinsip kurikulum yang secara terus menerus disusun, dikembangkan dan diimplementasikan KB-TKIT Khalifah Indonesia, sesuai dengan Kurikulum 2013 dan Sekolah Islam Terpadu, yaitu sebagai berikut:
- Berpusat pada anak dengan mempertimbangkan potensi, bakat, minat, perkembangan, dan kebutuhan anak, termasuk kebutuhan khusus.
- Kurikulum dikembangkan secara kontekstual, disusun dengan mempertimbangkan: karakter daerah, kondisi satuan KB/TK, dan kebutuhan anak.
- Mencakup semua dimensi kompetensi dan program pengembangan. Kurikulum KB/TKIT Khalifah Indonesia mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang mencakup semua program pengembangan nilai agama dan moral, fisik-motorik (motorik kasar, motorik halus, kesehatan dan perilaku keselamatan), kognitif (belajar dan pemecahan masalah, berfikir logis, berfikir simbolik), bahasa (memahami bahasa reseptif, mengekspresikan bahasa, keaksaraan), sosial-emosional (kesadaran diri, rasa tanggung jawab untuk diri dan orang lain, perilaku prososial) dan seni (kemampuan mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, berimajinasi dengan gerakan, musik, drama, dan beragam bidang seni lainnya).
- Program pengembangan sebagai dasar pembentukan kepribadian anak yang relegius. Kurikulum dirancang untuk membangun sikap spiritual dan sosial yaitu perilaku yang mencerminkan sikap beragama Islam yang baik, hidup sehat, rasa ingin tahu, sikap estetis, bersikap kreatif, percaya diri, sabar, mandiri, peduli, menghargai dan toleran, mampu bekerja sama, mampu menyesuaikan diri, jujur, tanggung jawab, rendah hati dan santun dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan orang dewasa lainnya di lingkungan rumah, tempat bermain, dan di sekolah.
- Memperhatikan tingkat perkembangan anak. Kurikulum disusun dengan memperhatikan kesinambungan secara vertikal (antara tujuan pendidikan nasional, tujuan lembaga, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran) dan kesinambungan horizontal (antara tahap perkembangan anak: usia lahir – 2 tahun, usia 2-4 tahun dan usia 4-6 tahun merupakan rangkaian yang saling berkesinambungan.
- Mempertimbangkan cara anak belajar. Kurikulum mengakomodasi pelaksanaan pembelajaran yang memungkinkan anak membentuk pengalaman belajar dengan cara belajar anak. Anak belajar mulai dari dirinya kemudian ke luar dirinya, dari konkrit ke abstrak, sederhana ke kompleks, mudah ke sulit yang dilakukan dengan cara melakukannya sendiri (hands on experience).
- Holistik – integratif. Kurikulum mengembangkan semua aspek perkembangan secara seimbang melalui layanan pendidikan, kesehatan, gizi, pengasuhan, kesejahteraan ataupun layanan perlindungan anak. Layanan pedagogis berfokus pada stimulasi perkembangan anak terutama pada stimulasi perkembangan mental-intelektual dan sosial emosional.
- Belajar melalui bermain. Proses membangun pengalaman bersifat aktif. Anak terlibat langsung dalam kegiatan bermain yang menyenangkan. Selama bermain anak menggunakan ide-ide baru mereka, belajar mengambil keputusan, dan memecahkan masalah sederhana.
- Memberi pengalaman belajar Kurikulum memberikan pengalaman belajar anak tentang berbagai konsep keilmuan, teknologi, dan seni secara dinamis melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, sesuai dengan tahapan perkembangan anak, nilai moral, karakter yang ingin dibangun, dan budaya Indonesia.
- Memperhatikan dan melestarikan karakteristik sosial budaya bangsa. Kurikulum mempertimbangkan lingkungan fisik dan budaya ke dalam proses pembelajaran untuk membangun kesesuaian antara pengalaman yang sudah dimiliki anak dengan pengalaman baru untuk membentuk konsep baru tentang lingkungan dan norma-norma komunitas di dalamnya. Lingkungan sosial dan budaya berperan tidak sebagai objek dalam kurikulum melainkan sebagai sumber pembelajaran bagi anak usia dini. Pengenalan sosial budaya sejak usia dini dalam rangka memupuk rasa nasionalis dan cinta budaya bangsa.